Produksi Bawang Merah Sumenep Terancam Turun, Realisasi Bantuan Tak Merata
Sumenep, moralika.com – Jumlah produksi bawang merah di Kabupaten Sumenep pada tahun ini terancam turun. Pasalnya, hasil panen petani mulai Januari hingga September 2025, masih jauh di bawah perolehan panen selama satu tahun sebelumnya.
Berdasar data yang dicatat Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Sumenep, jumlah produksi bawang merah pada tahun 2020 sebanyak 6.876,1 ton. Kemudian, pada tahun 2021 mengalami peningkatan signifikan, yaitu mencapai 11.945,9 ton.
Namun, tren produksi bawang merah lokal Sumenep itu mengalami penurunan pada tahun 2022. Hasil panen petani berada di angka 11.553,4 ton atau berkurang sebanyak 392,5 ton dari tahun sebelumnya.

Jumlah produksi kembali meningkat pada tahun 2023. Hasil panen petani mampu menyentuh angka 14.377 ton. Capaian tersebut dapat dipertahankan hingga tahun 2024, bahkan sedikit mengalami peningkatan. Jumlah detailnya, yaitu sebanyak 14.442,2 ton atau bertambah 65,2 ton dibandingkan tahun 2023.

Hanya, data produksi itu terancam turun pada tahun ini. Data yang tercatat selama Januari hingga September 2025, produksi bawang merah khas Sumenep berada di angka 13.552,8 ton. Perolehan hasil panen tersebut jauh lebih sedikit dari pada yang dihasilkan pada tahun 2024, yaitu berkurang hingga 889.4 ton.
Kepala DKPP Sumenep, Chainur Rasyid mengatakan, jumlah produksi bawang merah sangat bergantung pada kondisi cuaca. Bahkan di samping itu, petani juga harus bisa mengendalikan alias mencegah serangan hama selama musim tanam berlangsung.
Menurut Inung, sapaan akrab Chainur Rasyid, tren produksi bawang merah dapat memberikan dampak signifikan terhadap banyak hal. Bukan hanya pada pendapatan ekonomi petani, tetapi juga berdampak pada persentase inflasi daerah.

“Maka dari itu, keberlanjutan produksi perlu dijaga, agar harga di pasar tetap stabil,” ungkapnya, Kamis (23/10/2025).
Seiring perjalanannya, lanjut dia, ada banyak tantangan yang terjadi selama ini. Khususnya, berkaitan dengan upaya mendorong optimalisasi peningkatan jumlah produksi bawang merah di Sumenep. Salah satu persoalannya, yaitu ada perubahan kebijakan tentang bantuan pertanian dan potensi petani.
“Sebagian bantuan beralih ke komoditas lain,” sebutnya.
Meskipun begitu, Inung mengklaim instansinya terus melakukan langkah strategis untuk mengontrol tren positif produksi bawang merah. Salah satunya, yaitu melalui pelaksanaan program Upland yang difokuskan pada pengembangan lahan baru dan pemanfaatan teknologi pertanian. Tujuan program ini, kata dia, adalah untuk mendorong petani menjadi lebih adaptif terhadap perubahan iklim dan pasar.

“Harapannya, sektor ini tetap berkontribusi terhadap stabilitas pangan dan ekonomi daerah,” ujarnya.
Petani asal Sumenep, Tallib mengatakan, program bantuan pertanian dari pemerintah belum merata. Khusus untuk komoditas bawang merah, realisasi bantuannya cenderung terpusat di sejumlah desa wilayah Kecamatan Rubaru.
“Kalau di kecamatan lain, hampir tidak ada dorongan program dari pemerintah untuk pengembangan produksi bawang merah,” tuturnya.
Tallib meminta pemerintah agar memberikan perlakuan yang sama terhadap semua petani di berbagai kecamatan. Sebab menurutnya, potensi produksi bawang merah pada dasarnya tidak hanya cocok ditanam di satu kecamatan tertentu.

“Biasanya, bawang merah ini kan cocoknya ditanam di tanah berkerikil seperti wilayah perbukitan. Nah, di Sumenep ini kan banyak tekstur tanah seperti itu, bukan hanya di satu kecamatan saja,” pungkasnya. (ifh/bus)
Join WhatsApp channel moralika.com agar tidak ketinggalan berita terbaru lainnya.
Gabung










