Tradisi Unik Sumenep, Rumah Kampung Bertabur Pasir
“Sumenep mulai mengenalkan diri sebagai kota tujuan wisata. Kabupaten ini memang memiliki banyak potensi keindahan alam. Bahkan, Sumenep juga memiliki keunikan tradisi dan budaya yang tak kalah menarik untuk dikenalkan kepada wisatawan luar daerah dan mancanegara”
IQBAL FUADI HASBUNA, Sumenep, Moralika.com
Selama ini, destinasi wisata di Sumenep yang sering diburu oleh wisatawan luar daerah atau bahkan mancanegara, adalah Pantai Lombang, Pantai Slopeng dan Wisata Religi Asta Tinggi. Sedangkan terbaru, destinasi yang mulai terkenal adalah Pantai Gili Labak dan Wisata Oksigen Pulau Gili Iyang.

Terlepas dari sejumlah destinasi wisata tersebut, Sumenep juga memiliki tradisi unik yang belum dimiliki daerah lain. Tradisi unik itu berada di Kampung Kasur Pasir, Desa Legung Timur, Kecamatan Batang-Batang. Kebiasaan warga setempat, yaitu menjadikan pasir sebagai alas tidur.
Kebiasaan serupa, sudah ada sejak masa nenek moyang. Sampai sekarang masih terus dirawat dan dipertahankan oleh generasinya. Tiap rumah di Kampung Kasur Pasir, dipastikan ada tumpukan pasir pantai, baik di halaman rumah atau bahkan di dalam kamar. Pasir tersebut sengaja dijadikan tempat beristirahat dan bersantai.
Kampung Kasur Pasir tidak jauh dari Pantai Lombang. Lokasinya sekitar 4,3 kilometer ke arah barat. Atau, jika dihitung jarak dari pusat Kecamatan Kota Sumenep, yakni diperkirakan sekitar 28 kilometer dengan waktu tempuh 45 menit.
Kampung Kasur Pasir, posisinya terletak di wilayah pesisir pantai utara Sumenep. Itu yang kemudian membuat warga setempat lebih mudah untuk mengangkut pasir ke tiap rumah masing-masing. Warga sengaja memilih pasir dengan tekstur yang sangat halus dari Pantai Lombang dan Pantai di Desa Legung Barat. Setelah sampai di rumah, pasir itu kemudian disaring agar makin bersih dan tidak ada sisa-sisa batu kecil.

Tiap rumah warga, biasanya menyediakan kolam pasir khusus berukuran dua meter persegi. Saat sore hingga malam, anggota keluarga akan berkumpul di kolam pasir tersebut untuk bersantai sambil mengobrol.
Warga Kampung Kasur Pasir, Amna mengatakan, pasir yang berada di rumah warga selalu diganti secara berkala. Hal itu bertujuan untuk menjaga kebersihan pasir supaya tetap nyaman dijadikan alas bersantai atau beristirahat.
Tidur dengan alas pasir dipercaya memiliki manfaat tertentu oleh warga setempat. Salah satunya, akan meningkatkan sensasi rileks atau pereda stres. Sebab, tumpukan pasir dapat menyesuaikan dengan lekuk tubuh manusia saat dijadikan alas tidur.
Bahkan, lanjut dia, pasir dapat menciptakan pengaturan suhu alami yang nyaman bagi tubuh. Saat musim hujan, tidur dengan alas pasir di dalam rumah akan terasa hangat. Sedangkan, saat musim panas, suhunya akan terasa lebih sejuk dibandingkan tidur di kasur.

“Di rumah ada kasur, tapi jarang kami pakai. Tidur di pasir lebih nyaman. Siang adem, malam hangat,” ungkapnya, Jumat (10/10/2025).
Ainul Yakin, warga kampung setempat menurutkan, tradisi tidur atau bersantai dengan alas pasir adalah warisan leluhurnya. Uniknya lagi, lanjut dia, ada sebagian warga yang sampai melahirkan di atas pasir. Hanya, sekarang hal seperti itu sudah mulai jarang dilakukan.
“Pasir mewakili kedekatan kami dengan bumi dan alam. Manusia berasal dari tanah dan kelak akan kembali ke tanah,” tuturnya, Sabtu (11/10/2025)
Tradisi tidur atau bersantai di atas pasir, sebenarnya tidak hanya ada di Desa Legung Timur. Sebagian warga Desa Legung Barat juga ada yang menerapkannya. Sampai sekarang, warga yang masih merawat tradisi tidur dan bersantai dengan alas pasir, terhitung cukup banyak. Jumlahnya yang tersebar di Desa Legung Timur hingga Legung Barat mencapai kurang lebih 600 jiwa.

“Kalau pekerjaan warga di sini, rata-rata adalah nelayan, buruh dan pedagang kecil,” sebutnya.
Tradisi ini, lanjut Ainul, mulai menghadapi tantangan. Hal itu disebabkan adanya perubahan lingkungan. Aktivitas pembangunan pesisir, pencemaran laut dan degradasi kualitas pasir menjadi kekhawatiran utama. Pasir pantai yang dulunya bersih, sekarang makin tercemar dengan sampah.
“Jadi, warga harus lebih selektif dalam pengambilan pasir,” ucapnya.
Upaya pelestarian tradisi ini sebagian besar bersifat informal atau turun-temurun. Orang tua mengenalkan kebiasaan kasur pasir kepada anak-anak melalui praktik harian. Namun secara resmi, tradisi kasur pasir telah diakui sebagai bagian dari Warisan Budaya Tak Benda Indonesia sejak 1 Januari 2013.

Berdasar analisis kimia, pasir tersebut mengandung unsur-unsur seperti alumina oksida, kalsium oksida, oksida besi, magnesium oksida dan timbal. Kandungan ini dipercaya oleh warga dapat memperlancar peredaran darah, memperbaiki metabolisme dan meningkatkan kekebalan tubuh.
“Kami meyakini, tidur di atas pasir memiliki manfaat luar biasa untuk kesehatan tubuh,” pungkasnya. (*/bus)
Join WhatsApp channel moralika.com agar tidak ketinggalan berita terbaru lainnya.
Gabung











