Hari Jadi, Karnaval Kemegahan dan Agenda Lupa Ingatan Berjamaah
“Tanggal keramat itu, yang konon didirikan di atas remah-remah pengorbanan dan darah leluhur, telah bertransformasi menjadi panggung sandiwara tahunan”

Hari jadi, sebuah tanggal yang semestinya berfungsi sebagai alarm kesadaran kolektif, kini telah tereduksi menjadi event organizer raksasa. Tanggal keramat itu, yang konon didirikan di atas remah-remah pengorbanan dan darah leluhur, telah bertransformasi menjadi panggung sandiwara tahunan.

Kita seolah merayakan sejarah, padahal yang kita pestakan adalah budget belanja seremonial. Entah sejak kapan, jejak perjuangan digantikan oleh jejak digital – swafoto pejabat di depan spanduk raksasa.
Kita begitu profesional dalam hal mendirikan tenda, menyusun lighting, dan memastikan barisan kursi VIP steril dari rakyat jelata. Tapi, ironisnya, kita gagal total dalam menyediakan “ruang refleksi”, sebuah komoditas langka yang hanya tersedia di seminar-seminar motivasi.
Istilah “refleksi” ini sepertinya telah dicoret dari kamus birokrasi, sehingga tugas utama pejabat adalah tersenyum simpul di panggung dan memastikan semua tamu penting terakomodasi. Mengajak rakyat merenungi sejarah? Ah, itu terlalu filosofis dan tidak fotogenik.
Hari jadi sejatinya adalah introspeksi, namun di tangan rezim seremonial, ia diubah menjadi pesta. Ini adalah waktu bagi kita para pengelola anggaran dan para pembayar pajak untuk bertanya: Warisan apa yang kita tinggalkan? Apakah kita mewarisi semangat membangun, atau hanya mewarisi hutang proyek panggung permanen?

Sayangnya, kejujuran ini tenggelam di bawah taburan susunan event yang harganya bisa membiayai beberapa pos kesehatan masyarakat.
Mari kita buka mata, perayaan hari jadi adalah ajang pamer yang paling legal. Ia adalah kesempatan emas bagi penguasa daerah untuk mengkapitalisasi popularitas.
Sementara, di balik senyum seremonial yang dihiasi tata rias mahal, rakyat hanya menjadi penonton setia: menonton uang mereka diubah menjadi kilatan cahaya dan gimmick yang segera dilupakan.
Padahal, daerah ini milik masyarakat, bukan milik dinas-dinas yang sibuk membuat proposal anggaran. Perayaan ini seharusnya menjadi panggung komunal, di mana rakyat tidak hanya diundang sebagai figuran, tetapi sebagai kreator. Tapi, agaknya lebih mudah bagi birokrasi untuk mengunci gerbang partisipasi dan menjaga ego sektoral, daripada mengakui bahwa daerah ini dibangun dengan keringat bersama, bukan dengan satu tanda tangan otokratis.

Gotong royong sejati tidak bisa lahir dari “Memorandum Perintah”, melainkan dari kesadaran yang tulus. Para pejabat mulai dari eselon terendah hingga kepala daerah seharusnya memiliki tingkat kecerdasan yang memadai untuk membedakan antara sakral dan seremonial
Biarlah kita catat, tidak semua yang ramai itu berarti penting. Bahkan tidak semua yang menghabiskan anggaran besar itu berarti berharga.
Perayaan yang bernilai adalah yang menghasilkan dampak nyata, mampu menyentuh server kesadaran warga, membuat mereka bangga bukan karena panggungnya, melainkan karena nilai yang mereka junjung. Inilah inti dari ‘sakralitas’ yang hilang itu: membangkitkan kembali semangat kesatria, kerja keras, dan kepedulian yang kini tertidur pulas di bawah selimut kemewahan seremonial.
Maka, mari kita sudahi tradisi hura-hura yang sejatinya adalah penghinaan terhadap sejarah. Hari jadi bukan voucher gratis untuk bermegah-megahan di atas tumpukan janji yang belum terpenuhi, atau dalih untuk menghabiskan anggaran demi pesta yang hanya bertahan semalam. Ia harusnya menjadi momentum paling jujur untuk memperbarui sumpah sosial dan moral kita pada tanah yang diwariskan dengan harga jauh lebih mahal daripada seluruh biaya sewa panggung. Jika pun sisa-sisa, setidaknya nurani itu masih berfungsi.

Hari jadi harus menjadi Kaca Pembesar yang menelanjangi kenyataan: apakah kita sedang menjunjung tinggi semangat pendahulu, atau justru sedang secara sistematis mengkhianati mereka dengan karnaval kemewahan yang miskin substansi? (*)
Join WhatsApp channel moralika.com agar tidak ketinggalan berita terbaru lainnya.
Gabung






