Petani Tembakau Sumenep Bertaruh Nasib di Musim Hujan - Moralika.com
Moralika.com
Beranda Berita Petani Tembakau Sumenep Bertaruh Nasib di Musim Hujan

Petani Tembakau Sumenep Bertaruh Nasib di Musim Hujan

BERTARUH NASIB: Seorang petani di Sumenep sedang menyiram tembakau di ladangnya. (Moh Busri/Moralika)

“Kemarau panjang terkadang dianggap memendam keluh kesah petani. Sedangkan musim hujan sangat dinanti bersemai kecap doa pengharap berkah. Namun nasib tak tentu pasti, layaknya perhitungan susunan angka”

IQBAL FUADI HASBUNA, Sumenep, Moralika.com

Pertaruhan hidup petani tak cukup dilihat dari cucuran keringat yang menetes dari kening. Sebab ada banyak kemungkinan yang nyatanya terlepas dari perhitungan matematis. Modal besar yang dikeluarkan belum tentu mampu memulangkan hasil melimpah. Begitulah keseharian petani dalam berjudi memperebutkan keuntungan hasil panen.

Ketidakpastian nasib serupa, dirasakan betul oleh Tola’i, seorang petani asal Desa Pakondang, Kecamatan Rubaru, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Kemarau tahun ini, dia bertaruh penuh atas keyakinannya untuk memetik keuntungan dari hasil panen tembakau.

Baginya, jika panen tembakau melimpah, maka hampir tidak ada tanaman petani yang dapat setara dengan keuntungan hasil jual daun emas itu. Apalagi jika harganya cukup tinggi, maka sudah tentu akan berlipat ganda dari modal yang dikeluarkan.

Namun nasib tetaplah barang semu yang hanya bisa terus diperjuangkan. Tanaman tembakau milik Tola’i ternyata disambut musim hujan. Sehingga kualitasnya menjadi rusak dan terpaksa dijual dengan harga murah.

“Daun jadi belang dan berat, harga langsung jatuh,” tuturnya dengan pasrah, Selasa (30/9/2025).

Menghadapi perubahan musim yang tidak menentu, petani tembakau tidak memiliki banyak pilihan. Misal pun harus dibiarkan tidak dipanen, maka resikonya akan membusuk di ladang. Sedangkan, jika dijual dengan kualitas yang rusak, maka harganya sangat anjlok dan bahkan rugi besar dibandingkan biaya modal yang dikeluarkan.

“Kalau ditahan, bisa rusak. Jadi dilepas saja, meski murah. Daripada hilang semua,” katanya.

Tembakau milik Tola’i, terpaksa dilepas seharga Rp4 juta kepada pedagang yang biasa membelinya langsung di ladang. Padahal tahun lalu, dengan jumlah tanaman bibit tembakau yang sama, terjual seharga Rp10 juta.

Lotre nasib baik kali ini, ternyata mendarat di tangan Sumiyati, warga sedesa dengan Tola’i. Musim tanam tahun ini, dia bertani cabai. Berbeda dengan tembakau, justru cabai kualitasnya menjadi makin subur dan berbuah lebat saat disambut musim hujan.

“Cabai mulai subur lagi setelah turun hujan. Kalau terus begini, hasilnya bisa melimpah,” ujarnya.

Harga cabai saat ini cukup bersahabat bagi petani, yaitu Rp8.500 per kilogram. Sedangkan milik Sumiyati, dalam satu kali panen bisa mencapai 100 kilogram. Maka keuntungan yang diperoleh dianggap sangat membantu pendapatan ekonominya.

“Kalau cabai, panen tiga hari sekali,” katanya.

Secara umum, kata Sumiyati, musim hujan sangat cocok untuk bertani sayur mayur. Terutama seperti timun dan kacang. Meski keuntungannya tidak begitu besar layaknya tembakau, namun hasil jual sayuran terhitung cukup untuk belanja kebutuhan hidup petani.

“Kami bersyukur (dengan tibanya musim hujan), apalagi kalau harga tetap stabil di pasar,” pungkasnya. (*/bus)

Join WhatsApp channel moralika.com agar tidak ketinggalan berita terbaru lainnya.

Gabung
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan